Pulau Hashima, biasanya dipanggil Gunkanjima (bermaksud “Pulau Kapal Perang”), atau Battleship Island merupakan salah satu dari 505 buah pulau yang tidak didiami di wilayah Nagasaki, Jepang. Ia terletak kira-kira 15 kilometer dari lepas pantai Nagasaki. Nama pulau ini diambil dari bentuk pulau ini sendiri yang berbentuk seperti kapal perang, pulau ini juga dikenal sebagai pulau hantu karena banyak pengunjung yang mendatangi pulau ini hanya untuk menguji nyali mereka saja.
Pulau ini telah dibeli oleh perusahaan
Mitshubishi pada tahun 1890 dengan tujuan untuk mengeksploitasi kekayaan
tambang batubara yang dimiliki di dasar laut pulau ini. Tercatat ribuan pria menjadi
pekerja dalam proyek menggali kekayaan batubara ini dan menjadikan pulau ini
sebagai tempat tinggal mereka, hampir satu abad yaitu pada tahun 1887 sampai
1974 pulau ini dihuni oleh ribuan pekerja tambang yang mayoritas pria, pada
tahun 1959 populasi pulau ini menjadi yang terpadat didunia dengan 5.259 orang
penduduk dan persebaran penduduk 835 orang per hektar dengan luas pulau yang
hanya 6,3 hektar membuat disetiap sudu pulau penuh sesak dihuni oleh
penduduknya.
Pada tahun 1916 untuk melindungi para pekerjanya Jepang membangun
gedung beton bertulang besar pertama di Jepang yang difungsikan sebagai
apartemen yang akan dihuni oleh para penduduk pekerja tambang yang akan secara
khusus melindungi mereka dari angin topan dan badai, dan dibuatlah apartemen
setinggi 9 lantai. Selama 55 tahun kedepan Jepang lebih banyak membangun
bangunan termasuk blok sekolah, taman kanak-kanak,
rumah sakit, balai kota, dan pusat komunitas. Untuk menghibur para pekerja dari
kelelahan bekerja sebagai penambang mereka juga membangun clubhouse, tempat
untuk mandi bersama, kolam renang, taman di atas atap gedung, toko dan salon.
Untuk melindungi penduduk pula dari angina topan dan badai, mereka membangun
tembok beton di sekeliling pulau dan membuat pulau ini langsung berbatasan
dengan laut di luar tembok.
Batu bara pertama kali ditemukan di dasar pulau sekitar
tahun 1810, dengan penemuan ini membuat pulau perlahan-lahan dihuni sejak 1887
hingga 1974 sebagai fasilitas penambangan batubara dasar laut. Mitsubishi Goshi
Kaisha membeli pulau itu pada tahun 1890 dan mulai mengambil batu bara dari
tambang bawah laut, dibangun empat poros tambang utama yang mencapai kedalaman
1 kilometer dari permukaan laut. Antara tahun 1891 hingga 1974 sudah sekitar
15,7 juta ton batubara yang digali oleh para pekerja dengan suhu di
pertambangan mencapai 30 derajat Celcius dan dengan kadar kelembapan 95%.
Dimulai pada sekitar tahun 1930-an dan sampai akhir Perang
Dunia Kedua, penduduk sipil wajib militer dari Korea dan tawanan perang dari
China dipaksa bekerja dibawah kondisi yang keras dan mendapatkan perlakuan yang
brutal dari pemerintahan Jepang, perlakuan ini dibawah kebijakan Jepang yang
sedang membutuhkan bahan bakar untuk memfasilitasi mereka dalam perang Jepang. Selama periode ini berlangsung, diperkirakan bahwa sekitar 1.300 dari pekerja
kerja paksa ini mati di pulau karena berbagai bahaya, kecelakaan bawah tanah
yang banyak memakan korban karena mereka melakukan aktifitas pertambangan tanpa
peralatan yang lengkap bahkan mereka hanya memakai peralatan seadanya untuk
menambang sekaligus mereka juga tidak difasilitasi dengan pengaman yang baik,
kerja paksa yang memaksa mereka untuk bekerja cepat dan mendapat hasil
tambangan yang banyak membuat setiap penambang seperti melupakan keselamatan
diri mereka sendiri. Akibat dari kerja paksa ini pula banyak dari para
penambang pria yang mati karena kelelahan dan kekurangan gizi, system kerja
paksa yang sangat ketat membuat setiap penambang bahkan tidak mendapatkan waktu
untu mengisi perut dan tenaga mereka sedangkan mereka harus mengerahkan tenaga
mereka untuk menambang batubara di lokasi penambangan yang sudah tidak layak
lagi.
Ketika minyak bumi menggantikan batubara di Jepang pada
tahun 1960-an, tambang batu bara mulai ditutup pengoperasiannya diseluruh
negeri dan tak terkecuali tambang batubara di pulau Hashima. Mitshubishi secara
resmi menutup tambang itu pada Januari 1974 dan di pulau itu dibersihkan dari
penghuninya di bulan April. Bangunan beton yang sudah di bangun dibiarkan
seperti itu ketika ditinggalkan, dibiarkan utuh seperti sengaja membiarkan
kenangan buruk dan kisah pilu selalu menyelimuti pulau ini.
Saat ini hal yang paling menonjol dari pulau ini adalah blok
apartemen beton dengan kerangka beton yang ditinggalkan masih berdiri kokoh dan
mengalami penuaan sejalan dengan bergantinya tahun, dinding pemisah ombak laut
yang terlihat masih kuat melindungi pulau ini dari derasnya hempasan ombak dan
angin laut juga terlihat sangat mencirikan pulau ini jika dilihat dari jauh.
Pulau ini telah dikelola sebagai bagian dari kota Nagasaki. Perjalanan ke pulau
Hashima dibuka kembali pada tanggal 22 April 2009, setelah 35 tahun penutupan.
Pulau ini dimiliki oleh Mitsubishi hingga
tahun 2002, ketika itu secara sukarela dipindahkan ke Kota Takashima. Saat ini,
Kota Nagasaki, yang menyerap Kota Takashima pada tahun 2005. Menjalankan yuridiksi
atas pulau tersebut. Pada 23 Agustus 2005, pendaratan diizinkan oleh balai kota
hanya untuk wartawan. Pada saat itu, Kota Nagasaki merencanakan pemulihan
dermaga untuk pendaratan turis pada bulan April 2008. Selain itu, jalur
penggunjug sepanjang 220 merer (722 kaki) telah direncanakan, dan masuk ke area
bangunan yang tidak aman dilarang. Karena keterlambatan dalam pembangunan, bagaimanapun pada akhir tahun
2007 kota mengumumkan bahwa akses public ditunda hingga musim semi 2009. Selain
itu kota mengalami masalah keamanan, yang timbul dari resiko runtuhnya bangunan
di pulau karena penuaan yang signifikan
Pada tahun 2009, Jepang meminta untuk memasukan Pulau
Hashima bersama dengan 22 situs industry lainnya dalam daftar Situs Warisan
Dunia UNESCO, rencana ini awalnya ditentang oleh pihak berwenang Korea Selatan
dengan alasan bahwa pekerja paksa Korea dan Cina digunakan di pulau itu sebelum
dan selama Perang Dunia II. Korea Utara juga mengkritik tawaran Warisan Dunia
karena masalah ini.
Seminggu sebelum dimulainya pertemuan Komite Warisan Dunia
UNESCO (WHC) ke-39 di Bonn, Jerman, Korea dan Jepang mencapai kesepakatan yang
dikompromikan bahwa Jepang akan memasukan penggunaan kerja paksa dalam
penjelasan fasilitas di situs yang relevan dan kedua negara akan bekerja sama
menuju persetujuan masing-masing kandidat Situs Warisan Dunia.
Sejak 2009 pulau ini telah dibuka sekali lagi untuk
kunjungan public. Perjalanan wisata perahu di sekitar atau ke pulau saat ini
disediakan oleh lima operator; Concierge Gunkajima, Gunkajima Cruise Co., Ltd.,
Yamasa-Kaiun, dan Takashima Kaijou dari Pelabuhan Nagasaki. Dan layanan pribadi
dari Semenanjung Nomozaki. Akses pendaratan memakan biaya ¥ 300 per orang,
tidak termasuk biaya perjalanan perahu.
Berkunjung ke pulau Hashima yang dijadikan tempat wisata
dengan latar belakang tempat yang mempunyai masa lalu kelam dan pilu membuat
para wisatawan tertarik untuk mencoba secara langsung berkunjung dan merasakan
suasana pulau bekas pertambangan batubara ini, berkunjung ke pulau ini juga
sangat membantu para wisatawan untuk mengerti kebenaran kisah masa lalu yang
bukan hanya sekedar kisah dongeng pengantar tidur yang berkembang dari mulut
ke mulut, tapi bahwa ini adalah saksi nyata sebuah pengorbanan dan penderitaan
para pekerja tambang batubara yang menghabiskan sisa hidup mereka untuk
menambang batubara yang mempertaruhkan nyawa mereka sendiri untuk mendapatkan
bahan tambangan sebanyak-banyaknya, para wisatawan dapat merasakan kesesakan
tempat yang mereka sebut sebagai pemukiman yang tidak ada perwakilan kata
nyaman didalamnya, yang terlihat hanyalah gambaran penuh sesak.
Selain karena mempunyai masa lalu yang kelam, para
pengunjung juga ingin memberanikan diri mereka berkunjung karena pulau ini
terkenal dengan ke angkeran nya, banyak wisatawan yang mengaku mendengar
suara-suara aneh di pulau ini. Karena itu banyak para wisatawan yang berkunjung
untuk menguji nyali mereka dan memastikan kebenaran atas keseraman pulau ini.
Meski pulau ini dibuka untuk umum, ada beberapa sudut pulau yang tidak boleh
dikunjungi oleh para wisatawan karena alasan keselamatan.
sources:
https://merahputih.com/post/read/sejarah-pulau-hashima-yang-menyeramkan-di-jepang
http://chindonews.blogspot.com/2017/07/pulau-hashima-kuburan-massal-warga.html
http://chindonews.blogspot.com/2017/07/pulau-hashima-kuburan-massal-warga.html